Permasalahan Guru di Sekolah
(Perspektif Supervisi
Pendidikan)[1]
Moh. Aslim Akmal
A.
Latar Belakang
Guru merupakan komponen paling menentukan dalam
sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral,
pertama, dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan
strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait
dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran utama
dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di
sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam
kaitannya dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan pemegang peranan utama
dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses
yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atau dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu.
Dalam Islam, guru (pendidik) juga merupakan figur
yang sangat penting, begitu pentingnya seorang pendidik sehingga menempatkan
kedudukan pendidik setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Maka dalam
pendidikan Islam, pendidik adalah komponen yang sangat penting dalam sistem
kependidikan, karena ia yang mengantarkan peserta didik pada tujuan yang telah
ditentukan, bersama komponen yang lain terkait dan lebih bersifat komprehensif.
Peranan pendidik dalam menunjang keberhasilan pendidikan sangat penting. Karena
itu, upaya apapun untuk meningkatkan mutu pendidikan harus bersentuhan dengan
sumber daya guru (pendidik).
Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat
krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge)
tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada
peserta didik. Bentuk nilai yang diinternalisasikan paling tidak meliputi:
nilai etis, nilai pragmatis, nilai effect sensorik dan nilai religius.
Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi
peserta didik, baik potensi afektif, potensi kognitif maupun potensi
psikomotorik. Pendidik sebagai faktor yang menentukan mutu pendidikan. Karena
pendidik berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam proses
pembelajaran di kelas. Di tangan pendidik mutu kepribadian mereka dibentuk.
Guru adalah kurikulum berjalan. Sebaik apa
kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung kemampuan guru,
semuanya akan sia-sia. Guru kompeten dan efektif, tanggung jawab utamanya
mengawal perkembangan peserta didik sampai suatu titik maksimal. Tujuan akhir
seluruh proses pendampingan guru adalah tumbuhnya pribadi dewasa yang utuh.
Tanpa guru kurikulum itu hanyalah benda mati yang tiada berarti.
Dalam pendidikan, pendidik mempunyai tugas ganda,
yaitu sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai abdi negara, pendidik
dituntut melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kebijakan pemerintah dalam usaha
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan sebagai abdi masyarakat, pendidik dituntut
berperan aktif mendidik masyarakat dari belenggu keterbelakangan menuju masa
depan yang gemilang. Dan untuk dapat melaksanakan hal itu semua seorang
pendidik harus memenuhi persyaratan dan kompetensi juga profesional. Kompetensi
dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh tingkat
kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya.
Kualitas para pendidik dapat diketahui dari
tingkat profesionalisme mereka dalam merealisasikan segala sesuatu yang
berkaitan dengan tugas mengajar para peserta didik. Mereka rata-rata kesulitan
mengadakan inovasi-inovasi pembelajaran di sekolah-sekolah yang mereka. Para
guru tersebut juga banyak mengalami kendala-kendala baik dalam pelaksanaan
supervisi karena pelaksanaan hanya menyentuh aspek administrasi bukan pembinaan
profesionalisme.
B.
Problema Guru dalam Ketrampilan Mengajar
Bertolak dari kompetensi guru yang harus dimiliki
oleh guru dan adanya keinginan kuat untuk menjadi seorang guru yang baik,
persoalan guru di sekolah terus menarik untuk dibicarakan, didiskusikan, dan
menuntut untuk dipecahkan. Dalam hal ini adalah masalah yang berkaitan dengan
ketrampilan mengajar guru, masalah tersebut secara langsung akan berpengaruh
terhadap proses belajar mengajar di kelas.
Guru hidup dalam situasi yang selalu berubah.
Pribadi manusia adalah keunikan yang sukar diduga. Sering terjadi faktor
manusia yaitu ketidak mampuan manusia yang sebenarnya ia sadar bahwa sesuatu
yang baik itu dapat ia kerjakan, tetapi justru yang ia inginkan itu tidak ia
kerjakan tetapi kelemahan yang tidak ia inginkan itulah yang sering ia
kerjakan. Semua guru mau memperbaiki profesi mengajarnya, tetapi seolah-olah ia
mengalami banyak problem pribadi (personal problem) maupun problema
jabatan (profesional problem). Memang tiap guru mempunyai perbedaan
pribadi.
Walaupun semua unsur-unsur pokok dalam proses
belajar mengajar sudah diungkapkan dan guru-guru sudah memiliki pengetahuan dan
ketrampilan dalam usaha memperbaiki pengajaran, namun masih ada masalah-masalah
yang perlu dipelajari lebih dalam usaha meningkatkan mutu pelajaran. Masalah
tersebut seperti masalah dalam merumuskan tujuan, masalah dalam memilih metode
mengajar, masalah dalam menggunakan sumber belajar, masalah dalam membuat dan
menggunakan alat peraga, masalah dalam merencanakan program pengajaran dan masalah
dalam merencanakan dan melaksanakan evaluasi.
Masalah dalam
merumuskan tujuan
Tujuan pembelajaran bukan sekedar rumusan dengan
kata-kata yang indah, tetapi harus dapat menjawab masalah pokok terkait dengan
konsep yang ideal yang menjadi tujuan dan pandangan hidup masyarakat. Dalam
proses belajar mengajar, kadang-kadang guru tidak memiliki tujuan yang jelas.
Guru mengajar hanya berdasarkan apa yang tertuang di dalam buku paket. Tujuan
hanya mencakup salah satu domain saja, yakni aspek kognitif saja. Begitu juga
masih banyak guru yang belum bisa merumuskan tujuan pembelajaran, sehingga
rumusan tujuan terkesan bukan tujuan siswa tetapi tujuan guru. Jika dihadapkan
pada guru-guru yang demikian, maka jelas mereka memerlukan bantuan dengan
supervisi.
Masalah dalam
memilih metode mengajar
Metode adalah alat komunikasi antara guru
dan murid pada waktu belajar. Komunikasi itu terjadi melalui penerapan panca
indra. Banyak metode yang dapat dipilih oleh guru untuk digunakan sebagai alat
komunikasi belajar mengajar, diantaranya adalah ceramah, tanya jawab, diskusi,
pemberian tugas, demonstrasi, kerja kelompok, pemecahan masalah, karya wisata,
simulasi, bermain peran, studi kasus dan inkuiri. Untuk menerapkan dan memilih
metode-metode tersebut, guru berpegang pada keyakinan bahwa dengan metode yang
dipilih, tujuan belajar dapat tercapai secara maksimal. Oleh karena itu, guru
dapat mengkombinasikan beberapa metode untuk diterapkan dalam satu paket
pembelajaran. Namun kenyataan yang terjadi masih banyak guru yang mendominasi
kegiatan belajar dengan metode ceramah. Padahal sebagai rambu-rambu, metode
ceramah hanya bisa efektif untuk digunakan sebagai metode mengajar tidak lebih
dari 15 menit. Oleh karena itu, perlu untuk mengkombinasikannya dengan
metode-metode yang lain.
Masalah dalam
menggunakan sumber belajar
Siswa belajar dengan menggunakan sumber. Model
belajar yang tradisional hanya mengandalkan pada sumber yang berasal dari guru.
Sumber belajar tidaklah hanya guru. Ada banyak sumber yang dapat dimanfaatkan
untuk pengalaman belajar. Sumber-sumber itu ada yang sengaja direncanakan,
misalnya buku, jurnal, peta, perpustakaan dan sebagainya. Ada juga sumber yang
tidak sengaja direncanakan tetapi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
pembelajaran (lingkungan, baik fisik maupun sosial), misalnya perkebunan,
sawah, sungai, masyarakat, petani, pedagang dan sebagainya.
Masalah dalam
membuat dan menggunakan alat peraga
Alat peraga digunakan sebagai pembantu untuk
memudahkan proses terjadinya pengalaman belajar secara maksimal. Menurut
bentuknya, alat peraga dapat berupa media dua dimensi dan media tiga dimensi.
Menurut fungsinya, alat peraga bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu auditif,
visual, dan audio visual. Guru dapat memilih dan menggunakan alat peraga
tersebut dengan cara membeli maupun dengan cara membuat sendiri alat peraga
yang sederhana.
Masalah dalam
merencanakan program pengajaran
Setiap guru harus membuat program pengajaran.
Program pengajaran dapat disusun dan direncanakan berdasarkan waktu pelajaran.
Program pengajaran hendaknya dikembangkan berdasarkan kurikulum dan ditulis
dengan sistem dan format yang disepakati bersama oleh seluruh guru, sehingga
memudahkan kepala sekolah untuk melakukan pengecekan dan penilaian.
Masalah dalam
merencanakan dan melaksanakan evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa, guru
harus melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar secara kontinyu. Untuk itu
guru harus menyusun program dan alat evaluasi yang tepat.
C.
Problema Guru dalam Motivasi Kerja
Peningkatan mutu pembelajaran dan profesionalisme
guru dalam kinerjanya sangat berkaitan erat dengan keefektifan layanan
supervisi. Maka dari itu, diharapkan supervisor mampu mendorong guru untuk
meningkatkan kualitasnya dengan peningkatan motivasi kerja guru, karena
bagaimanapun motivasi kerja guru sangat berperan dalam meningkatkan kualitas
dan profesionalitas guru dalam mengajar. Keefektifan supervisi di sekolah
tertentu tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah, karena
selain sebagai pemimpin di sekolah tersebut, kepala sekolah juga merupakan
supervisor bagi guru-guru di sekolah tersebut.
Berbagai teknik supervisi yang dilakukan oleh
kepala sekolah, nampaknya dapat membawa dampak negatif bagi guru-guru. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan Olivia, sebagaimana yang dikutip Mufidah,
“observasi kelas dan wawancara supervisi pada hakekatnya dapat menyebabkan
berbagai bentuk kecemasan atau ketakutan terhadap guru. Bahkan dapat membawa
dampak pengalaman traumatik terhadap beberapa guru”. Maka dari itu, kepala
sekolah harus mampu mengadakan supervisi dengan mengembangkan teknik yang tidak
menimbulkan kecemasan-kecemasan tersebut. Sehingga, disinilah hubungan
interpersonal antara kepala sekolah dengan guru memberi jalan keluar. Dengan
adanya wawancara interpersonal, maka guru akan mampu melakukan perbaikan
pengajaran, baik yang dapat diamati, maupun perencanaan untuk masa mendatang.
Sementara itu, sikap guru terhadap supervisi,
sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Neagley dan Evans, yang dikutip oleh
Mufidah, menyatakan berbagai pernyataan, antara lain:
- Prinsip-prinsip yang sesuai dengan perubahan sosial dan dinamika kelompok
2. Para guru menghendaki
supervisi dari kepala sekolah, sebagaimana yang seharusnya dikerjakan oleh
tenaga personil yang berjabatan supervisor.
3. Kepala sekolah tidak
melakukan supervisi dengan baik.
4. Semua guru membutuhkan
supervisi dan mengharapkan untuk disupervisi
5. Para guru lebih menghargai
dan menilai secara positif perilaku supervisor yang hangat, saling mempercayai,
bersahabat dan menghargai guru.
6. Supervisi dianggap bermanfaat
bila direncanakan dengan baik, supervisor menunjukkan sifat membantu dan
menyediakan model-model pengajaran yang dipandang efektif.
7. Supervisor memberikan peran
serta yang cukup tinggi kepada guru untuk pengambilan keputusan dalam wawancara
supervisi.
8. Supervisor mengutamakan
pengembangan ketrampilan hubungan insani, seperti halnya dengan ketrampilan
teknis.
9. Supervisor seharusnya
menciptakan iklim organisasional yang terbuka yang memungkinkan pemantapan
hubungan yang saling menunjang.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa guru
merespon dan mempunyai sikap yang terbuka terhadap supervisi. Bahkan, guru
tersebut membutuhkan supervisi untuk meningkatkan kinerjanya.
Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah atau
madrasah mempunyai peran untuk meningkatkan kinerja guru, terlebih lagi guru
pendidikan agama Islam atau rumpun-rumpunnya. Guru PAI atau lebih umumnya lagi
guru pastilah mempunyai banyak masalah, karena guru mata pelajaran tersebut
terlalu sibuk atau bahkan ada yang sudah tua. Maka dari itu, kinerja guru
perlu ditingkatkan dengan diadakannya supervisi yang dilakukan langsung oleh
kepala sekolah.
Dalam melakukan supervisi kepada guru, kepala
sekolah atau madrasah biasanya memakai teknik wawancara atau dialog dengan guru
tersebut. Dimana guru akan menjadi lebih terbuka mengemukakan masalah-masalah
yang dihadapinya, lalu kemudian kepala sekolah atau madrasah menanyakan tentang
idenya untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut. Di samping itu,
kepala sekolah juga bisa mengemukakan solusi untuk guru tersebut jika hal itu
diperlukan dan guru tidak dapat menemukan sendiri solusi terhadap masalahnya
tersebut.
Sementara itu, supervisi dilakukan untuk
meningkatkan motivasi kerja guru sehingga kinerja guru dalam mengajar juga
meningkat. Kinerja yang dapat ditingkatkan adalah kinerja dalam mendesain
pembelajaran dan juga kinerja dalam proses pembelajaran. Kepala sekolah atau
madrasah, sebagai supervisor harus mampu memahami permasalahan yang dihadapi
oleh guru, baik dalam mendesain pembelajaran ataupun ketika proses
pembelajaran. Kepala sekolah atau madrasah hendaknya mampu memberikan solusi
atau membicarakan solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh guru tersebut
secara bersama-sama antara supervisor dengan guru tersebut.
Dalam mengadakan supervisi, biasanya kepala
sekolah juga menerapkan teknik kelompok, yaitu dengan rapat dan juga workshop
atau seminar. Namun biasanya teknik ini tidak hanya diperuntukkan untuk guru
satu bidang studi saja, melainkan seluruh guru yang ada di sekolah tersebut.
Guru mestinya menyadari bahwa dengan adanya supervisi, maka kualitas dan
kuantitas kinerjanya dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, guru mestinya sangat
terbuka dalam menerima supervisi. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu
guru menutup diri dari pelaksanaan supervisi atau bahkan guru takut dengan
adanya supervisi tersebut.
Guru atau pendidik yang ideal dan profesional
adalah guru atau pendidik yang siap disupervisi kapanpun, dimanapun dan oleh
siapapun. Guru siap menerima kritik yang datang kepadanya, baik dari seorang
siswa maupun dari teman sejawat dan pengarahan dari seorang supervisor untuk
membenahi atau melengkapi kekurangan yang ada dalam dirinya. Karena setiap
manusia pastilah mempunyai kekurangan, dan semakin profesional seorang manusia
tentulah ia semakin menyadari dan berusaha menutupi kekurangannya tersebut.
Guru atau pendidik yang ideal harus mempunyai
berbagai pengetahuan sebagaimana yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya
dan juga menjadi sosok idola di depan anak didiknya. Di samping itu, guru atau
pendidik zaman sekarang juga harus memiliki sertifikasi atau penghargaan
keprofesionalisasiannya dan juga siap untuk disupervisi ketika sedang melakukan
pembelajaran, dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun.
D.
Problema Guru dalam Kepuasan Kerja
Supervisi terhadap guru salah satu tujuannya
adalah untuk membina dan membantu guru dalam mengatasi berbagai masalah yang
dialaminya sehingga dapat meningkatkan kualitas guru dalam bekerja. Selain itu,
juga bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap guru karena masalah-masalah
yang dihadapinya dapat terpecahkan. Oleh karena itu, tugas seorang supervisor
dan juga supervisee (guru) untuk saling bekerja sama sehingga kepuasan kerja
itu dapat terwujud.
Membantu
guru-guru yang belum berpengalaman
Kebanyakan guru belum berpengalaman. Hal ini
merupakan tantangan bagi supervisor. Ciri-ciri guru yang belum berpengalaman,
adalah pemalu, canggung dalam pergaulan dengan teman sejawat, dan tidak merasa
aman dalam melaksanakan tugas. Mereka berharap mendapatkan pelayanan dan
pendekatan dari orang yang lebih berpengalaman.
Bantuan yang dapat diberikan kepada guru tersebut
antara lain: 1) membantu memecahkan problema yang dihadapi; dalam mengajar dan
merencanakan tugas-tugas mengajar, 2) membantu mereka untuk mengenal
murid-murid dan dapat mengidentifikasikan diri dengan murid. Identifikasi ini
sering keliru. Seri guru baru menyangka mengidentifikasi diri dengan murid,
berarti bergaul seperti teman murid dan berlaku sebagai murid. Identifikasi
seperti itu mengakibatkan pribadi guru lebur dan hilanglah wibawanya, 3)
mengantarkan guru baru ke dalam suasana pergaulan antar guru.
Teknik yang paling tepat untuk membantu guru
adalah program orientasi percakapan pribadi atau mengikut sertakan dalam
panitia kerja atau kelompok diskusi. Bimbingan dan pengarahan yang tepat akan
sangat membantu pertumbuhan guru baru. Namun perlu diperhatikan bagi seorang
supervisor, bahwa perhatian atau perlakuan terhadap seorang guru juga harus
mempertimbangkan guru-guru yang lain, agar tidak menimbulkan rasa iri. Maka
dari itu, kepala sekolah sebagai seorang supervisor juga harus bisa berbuat
adil kepada bawahannya dan dalam membina guru yang baru dan belum berpengalaman
tidak boleh mengabaikan guru-guru yang sudah ada. Tanpa sikap dan sifat adil,
maka ketimpangan dan kecemburuan akan selalu terjadi.
Membantu guru-guru
yang bersedia membantu guru yang tidak hadir
Salah satu masalah yang sering dihadapi kepala
sekolah ialah masalah guru yang tidak hadir pada jam pelajaran yang ditentukan.
Pada saat sekarang ini biasanya sebab-sebab ketidakhadiran itu bermacam-macam,
misalnya karena sakit, halangan-halangan di rumah tangga, tugas-tugas tambahan
di luar sekolah, cuti hamil dan sebagainya. Dalam hal ini harus ada kesediaan
dan kerelaan dari rekan guru lain untuk mengisi kekosongan itu. Sistem yang
sering dipakai adalah sistem piket. Tetapi yang terpenting dalam hal ini ialah
penciptaan sekolah yang menyenangkan di mana semua guru merasa saling membantu,
tidak ada masalah mengenai waktu-waktu yang kosong.
Di samping itu, kepala sekolah juga harus
memberikan motivasi kepada guru yang sering tidak hadir dan juga guru pengganti
agar selalu saling membantu dan saling mengisi. Menurut Mulyasa “motivasi
merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan kerja”. Maka
tanpa motivasi dari kepala sekolah, dorongan untuk giat bekerja tidak ada dan
kinerja guru akan semakin tidak efektif, sehingga mutu pendidikan sulit untuk
ditingkatkan.
Membantu guru-guru
yang bekerja kurang efektif
Sebagaimana manusia, tentu setiap guru mempunyai
kelemahan-kelemahan tersendiri. Guru yang mempunyai kelemahan, biasanya menutup
dirinya bila ia bersifat introvert. Tetapi ada juga menutupi kelemahan dirinya
dengan mengadakan manipulasi tingkah laku, misalnya menarik perhatian orang
lain dan bertindak yang menyimpang. Itu terletak pada latihan kebiasaan dan
disiplin yang kurang. Ada juga karena ia sendiri kurang pandai waktu belajar di
pendidikan guru, kurang cakap mengajar, acuh tak acuh dalam membuat persiapan
dan perencanaan tugas-tugas. Mungkin juga oleh karena sukar untuk menyesuaikan
diri di rumah atau di masyarakat. Ada pula sebab-sebab bersumber pada emosi,
misalnya ketakutan akan kegagalan, merasa tidak aman, tertekan dalam pekerjaan
atau terlalu banyak diberi tugas tambahan, terlalu mementingkan diri sendiri.
Semua reaksi jiwa di atas sebenarnya bersumber
dari kebutuhan yang tak terpenuhi. Oleh karena itu, harapan untuk memenuhi
kebutuhan itu adalah suatu permulaan yang berhasil dari perjalanan seorang
supervisor. Teknik yang dipakai adalah percakapan pribadi, karena hal tersebut
akan membantu guru mengenal dirinya sendiri. Ketrampilan supervisor untuk
menganalisa kasus-kasus kelemahan guru berdasarkan data obyektif. Berdasarkan
data obyektif itu, guru dapat melihat dirinya dalam konteks relasi dengan orang
lain. Hendaknya jangan memakai praktik-praktik yang bersifat tradisional,
seperti rekomendasi agar guru itu dipindahkan, rekomendasi agar guru tersebut
mencari pekerjaan lain, dan lain sebagainya.
Metode yang terbaik untuk membantu guru-guru
demikian adalah meletakkan hubungan kemanusiaan yang baik, di mana ada saling
percaya, saling mengakui, saling menghargai dan saling dapat bekerja sama.
Dalam percakapan pribadi, supervisor dapat menimbulkan kepercayaan pada diri
sendiri. Orang harus dilatih melihat self concept, konsep tentang
dirinya sendiri, ide tentang dirinya. Tugas supervisor adalah memberi kebebasan
agar guru dapat menemukan dirinya sendiri. Di samping percakapan pribadi,
diskusi bersama, maka intervisitation juga merupakan salah satu teknik yang
dapat dilaksanakan. Bagi mereka yang sukar melihat kekurangan dirinya, biasanya
dapat belajar dari orang lain.
Untuk menumbuhkan konsep diri, kepala sekolah
disarankan bersikap empati, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga para tenaga
kependidikan dapat mengekplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan
masalahnya. Jika kepala sekolah bersikap keras dan tertutup, maka guru atau
tenaga kependidikan yang lain, akan malah lari menjauhinya.
Membantu guru-guru
yang superior
Guru superior maksudnya guru yang sangat berhasil
dalam pelajarannya karena menggunakan cara-cara mengajar yang sesuai dengan
kepribadiannya atau dapat diartikan guru yang menggunakan cara-cara yang
bermacam secara baik dan berhasil. Biasanya guru yang berhasil baik ini,
dipilih sebagai contoh untuk ditiru. Dengan demikian mereka merasa superior.
Guru yang seperti ini hendaknya memperoleh
penghargaan, namun jangan diberikan secara langsung, agar tidak menandakan
bahwa guru tersebut mendapat pujian. Cara yang lain untuk memberi hadiah adalah
dengan memberi tambahan gaji extra, dan lain sebagainya. Dan untuk
menghilangkan rasa iri atas dirinya, maka guru-guru yang lain juga diikutkan
dalam penilaian supaya lebih obyektif.
Selain itu, kunjungan terhadap guru-guru yang
superior akan memberi arti tersendiri. Karena kunjungan yang dilakukan oleh
supervisor akan memberi motivasi tersendiri agar guru yang superior tersebut
lebih meningkatkan keprofesionalisasiannya. Di samping itu, bagi supervisor juga
dapat belajar dari guru yang superior tersebut.
Guru superior adalah guru yang profesional, maka
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan non direktif. Perilaku supervisor
adalah mendengarkan, memberanikan, menjelaskan, menyajikan dan memecahkan
masalah. Sedangkan teknik yang diterapkan adalah dialog dan mendengarkan aktif.
Jadi kepala sekolah hanya mendengarkan dan bahkan belajar dari guru tersebut.
Membantu guru-guru
yang mempunyai kelemahan pribadi
Salah satu kelemahan mengajar adalah kelemahan
pada pribadi guru. Manifestasi kelemahan tersebut tampak pada:
- Gangguan pada suara pada saat berkata-kata misalnya menelan kata-kata, waktu berbicara kurang jelas, suara terlalu lemah, terlalu cepat berbicara dan lain sebagainya.
2.
Gangguan dalam gaya lahiriah dan inti pribadi, misalnya berpakaian terlalu
mencolok dan bersolek yang berlebihan atau bahkan terlalu cerewet.
3.
Gangguan watak dan pribadi, misalnya lekas tersinggung, terlalu peka, tidak
percaya dan salah pengertian, dan lain sebagainya.
Supervisor dapat menerapkan cara-cara misalnya visitation
oleh supervisor agar guru dapat melihat kelemahan dirinya, berdiskusi secara
terus terang, atau mungkin dengan menggunakan gangguan tape recorde, agar guru
biasa menghadapi gangguan. Tugas supervisor dalam hal ini ialah selalu belajar
mengenal pribadi dari seluruh guru agar mampu memberi diagnosa yang tepat dan
juga pembinaan kepada guru-guru.
Membantu guru-guru
yang kurang rajin
Guru sering menunjukkan kemalasan, karena tidak
ada penghargaan dari kepala sekolah terhadap pekerjaan yang dilakukannya, tidak
diikut sertakan dalam segala kegiatan di sekolah, tidak ada kepercayaan dari
pimpinan sekolah, tidak mendapat perlakuan yang layak dalam hal promosi. Di
samping itu, biasanya juga dipengaruhi oleh permasalahan rumah tangga dan
ekonomi yang dihadapinya.
Ciri-ciri guru yang kurang rajin ini antara lain:
tidak tertarik terhadap hal-hal yang baru dalam bidang pengembangan pendidikan,
tidak pernah membuat catatan persiapan untuk menyajikan pelajaran, tidak pernah
mengoreksi pekerjaan murid, menghindari kerja sama dengan orang lain dan
cepat-cepat pulang setelah pelajaran.
Maka supervisor haru memberikan bantuan yang
berupa hal-hal yang bersifat membangun, misalnya: memberi tanggung jawab kepada
guru-guru, memberi kesempatan kepada guru-guru untuk menghayati motivasi dan
stimulasi dengan menggunakan teknik-teknik dinamika kelompok, dan mengikut
sertakan guru-guru tersebut dalam panitia kerja.
Membantu guru-guru
yang kurang bergairah
Guru yang kurang bergairah mempunyai ciri-ciri
antara lain: jarang tersenyum, kurang humor, kurang ramah-tamah, sukar bergaul
dengan orang lain, dan seterusnya. Maka dari itu, supervisor harus selalu
membawa mereka dalam suasana kegiatan yang terus menerus, memberi penjelasan
dan informasi terhadap mereka tentang segala kebijaksanaan dan surat-surat
edaran dari sekolah, dan bila terjadi diskusi dan didalamnya debat tidak
diambil kesimpulan, maka diskusi dapat terjadi berlarut-larut dan akan menambah
ketegangan dan pertentangan saja.
Motivasi juga harus diberikan oleh kepala sekolah
kepada guru yang berada dalam keadaan demikian ini. Di samping itu, guru
tersebut hendaknya diberi tugas atau beban untuk melakukan suatu pekerjaan yang
agak menantang dan apabila berhasil diberi reward.
Membantu guru-guru
yang kurang demokratis
Ciri guru yang kurang demokratis adalah: menolak
tanggung jawab bersama, kurang senang pada orang yang bebas mengeluarkan
pendapat, mengajar hanya bersifat memberitahukan dan routine, dan terhadap
pimpinan hanya meminta untuk menyetujui pendapatnya saja.
Terhadap guru yang seperti ini, kepala sekolah
sebagai supervisor sebelum memberi bantuan kepada mereka, terlebih dahulu
penulis sarankan untuk melakukan analisa terhadap kepemimpinan yang dilakukan
selama ini. Maka berdasarkan hasil analisa tersebut, kepala sekolah memberi
motivasi kepada guru tersebut antara lain dengan cara sebagai berikut: 1)
mengikut sertakan anggota staf dalam menyusun program kerja sekolah, 2)
menghargai pendapat anggota staf baik dalam rapat maupun di luar rapat, 3)
mengajak anggota staf memecahkan problema yang dihadapi oleh sekolah. 4)
mengajak guru-guru untuk bersama-sama mengevaluasi program pendidikan yang ada
di sekolah tersebut.
Membantu guru-guru
yang selalu menentang
Dalam suatu sekolah, terdapat guru yang selalu
tidak setuju dan selalu menentang ide yang dikeluarkan atau dikemukakan oleh
kepala sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pertentangan ini
disebabkan berbagai macam hal. Kadang ada benarnya jika guru tidak setuju
dengan pendapat kepala sekolah, hanya cara penyampaian pendapatnya dengan
cara-cara yang tidak wajar.
Oleh karena itu, kepala sekolah harus segera
menyadari hal itu dan segera berusaha untuk mengatasinya. Hal yang pertama
dilakukan adalah instrospeksi diri. Setelah itu, kepala sekolah berusaha
mengatasi permasalahan tersebut dengan melakukan beberapa hal ini: 1)
menciptakan hubungan kerjasama dengan guru-guru tersebut dalam segala kegiatan
sekolah, 2) menciptakan suasana kerja sehingga orang merasa bahwa ia ikut
menyumbangkan usaha ke arah perbaikan, 3) mengakui bahwa di luar diri, ada
orang lain yang ingin bekerja dan mau membantu.
Membantu guru-guru
yang terlalu lama bekerja rutin
Kebanyakan guru-guru yang sudah lama bekerja
merasa puas dengan pengalaman yang diperolehnya dan ini dianggap suatu hal yang
terbaik yang pernah ia lakukan dan berlangsung selama bertahun-tahun. Walaupun
di mata publik yang dilakukan oleh guru tersebut merupakan hal yang sudah tidak
masanya lagi. Namun mereka sudah menganggap apa dikerjakannya tersebut
merupakan hal yang cukup. Tidak ada usaha ke arah perbaikan, bahkan guru sinis
terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi. Kurang terbuka dan sensitif
terhadap pembaharuan.
Maka kepala sekolah, sebagai supervisor harus
merubah cara menatar guru. Mereka dibuat dan diberi pengertian agar menyadari
bahwa mereka mengalami perubahan dan profesinya tersebut selalu berkembang.
Maka mereka juga harus mengembangkan diri mereka sesuai dengan tuntutan
profesi. Guru yang seperti ini, memang sulit untuk dirubah, namun jika
dilakukan dengan perlahan dan ulet maka juga akan berhasil.
Membantu
guru-guru yang menghadapi keruwetan dalam masalah disiplin
Guru ada kalanya yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan disiplin kelas, sehingga ia mencurahkan sebagian besar waktunya
untuk memikirkan cara menerapkan disiplin yang tepat bagi muridnya. Biasanya
guru yang demikian, memulai pelajarannya dengan ceramah dan menghendaki agar
muridnya disiplin. Sehingga sering berlaku keras dan memarahi murid-muridnya.
Dan murid pun biasanya malah menentang guru tersebut dengan keras.
Permasalahan ini hanya dapat diselesaikan bila
dicari dan ditemukan penyebab hal tersebut, misalnya guru kurang memiliki
ketrampilan berkomunikasi, atau mungkin terdapat masalah pribadi dalam diri guru
tersebut. Sehingga guru akan kehilangan rasa saling percaya. Maka guru yang
demikian dapat dibantu dengan cara mengembalikan kewibawaan dan rasa saling
percayanya. Caranya ialah memberi tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan
sesuatu dengan bimbingan dan pembinaan yang bijaksana.
DAFTAR RUJUKAN
Mulyasa, E., Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Sabri, Ahmad, Strategi
Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Jakarta: Quantum Teaching, 2005.
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
Tafsir, Ahmad, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1972.
Sulistiyorini, Manajemen
Pendidikan Islam, Surabaya: eLKAF, 2006.
Rohmad, Ali, Kapita
Selekta Pendidikan, Jakarta: Bina Ilmu, 2005.
Mujib, Abdul,
Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media,
2006.
Mantja, Bahan
Ajar Model Pembinaan/Supervisi Pengajaran (MPD530): Bagi Program S-2 Manajemen
Pendidikan PPS UM, Malang: Bahan ajar tidak diterbitkan, 2000.
Mufidah, Lukluk
Nur, Supervisi Pendidikan, Jember: Center for Society Studies, 2008.
Sahertian, Piet
A., Frans Mataheru, Prinsip & Tehnik Supervisi Pendidikan, Surabaya:
Usaha Nasional, tt.
Mulyasa, E., Menjadi
Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005.
Sahertian, Piet
A., Konsep Dasar Dan Tehnik Supervisi Pendidikan: Dalam Rangka Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Arikunto,
Suharsimi, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Jakarta:
Rajawali Pers, 1990.
Soetopo, Hendyat,
Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supevisi Pendidikan, Jakarta: Bina
Aksara, 1984.